Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Awesome Journey - Rumah Keriting - JW Rome

AWESOME JOURNEY - Rumah Keriting - JW Rome 

Saya punya seorang sahabat yang hobinya mendaki gunung. Seringkali profile picture dia di gadget berganti dan memasang fotonya yang sedang berkeringat, tertawa, ataupun memejamkan mata sambil berbaring di rerumputan hijau. Sangat menyenangkan, dan saya pun segera menyusun rencana untuk pergi denganya mengunjungi rumah keriting. 

Dia sempat bertanya dan bingung, dimanakah lokasi rumah keriting itu? Saya tersenyum dan menunjukan gambarnya. Responnya lucu sekali, mulut menganga, sangat lebar, tangan berkacak pingang, kemudian meneriakkan kata wow sekencang-kencangnya. 

Setelah menelepon kesana kemari, membuat jadwal, mengatur check list area-area yang akan dikunjungi, booking ticket, terakhir packing. Semuanya sudah siap dan kami sampai tidak bisa tidur nyenyak karena terlalu antusias dan bernafsu segera berangkat. Kami membayangkan keindahan alam dan tentu saja kulinernya. Apalagi kami memang muka makan dan sedikit rakus juga. 

DAY 1 
Woo-hoo! Berangkat jam 8 malam dari bandara Juanda, Surabaya, kami harus transit dulu di Denpasar. Menginap di hotel Amaris, Kuta, kami memutuskan untuk berjalan-jalan ke pantai Kuta. Melihat banyaknya cafe berjajar, bule berseliweran, dan merasakan udara panas Bali, sungguh Pulau Dewata ini tidak pernah redup auranya. I love Bali. Kami duduk sebentar sambil meneguk hot chocolate, memandang bintang-bintang di langit, dan menghirup aroma air laut. Suara deburan ombak sangat enak di dengar. 

DAY 2
Dari dalam pesawat Garuda Indonesia, kami bisa menyaksikan sunrise. Ya ampun, so wonderful! Perut sudah kenyang dan ketika mendarat di bandara Haji Hasan Aroeboesman, Ende, masih pagi, sehingga kami bisa langsung melanjutkan perjalanan selama 1 jam menuju Detusoko. Saudara saya mempunyai teman, dan dia yang mengendarai mobilnya. Kami berempat saling bertukar cerita selama perjalanan dan tidak lupa minum air putih. Lanjut lagi menuju Moni dan menikmati makan siang di rumah saudara saya. Udaranya dingin sekali. Menunya nasi merah, sayur sawi putih di tumis, sambal hijau, dan ikan tongkol di masak kuah yang diberi banyak belimbing wuluh. Sebelum mencicipi, saya langsung menggerakkan kamera dan memotret semuanya. Sederhana namun lezat! 

Untuk menurunkan isi perut, kami mengobrol dengan asyiknya. Sesekali saya dan sahabat mengusap-usap lengan karena udara dingin di Moni. Orang-orang kampung lalu lalang di depan kami sambil memikul sayur, jagung, ataupun ikan yang masih segar. Mereka masih berpakaian tradisional, sarung tenun khas Flores, dan baju bodo untuk wanitanya. Sementara prianya memakai sarung dan kaos. Hanya beberapa saja yang menggunakan pakaian seperti orang kota pada umumnya, seperti celana pendek dan kaos. Rata-rata mereka berambut keriting. Tapi berwajah manis dengan senyum tulus yang menyapa kami, walaupun tidak kenal. Mereka ramah dan bersahabat. 

Lalu kami menuju danau Kelimutu. Ini yang namanya keajaiban super amazing. Bayangkan, udaranya sangat sejuk, pohon hijau berjajar di kiri kanan, dan bau segar yang keluar dari cemara. Danau tiga warna di atas gunung itu membuat saya dan sahabat tidak berhenti berdecak kagum. Warna hijau muda dan hijau tua berdampingan, kemudian 1 danau berwarna hitam pekat. Nah, ini yang membutuhkan perjuangan, yaitu berjalan mendaki ke Tugu Sukarno. Sahabat saya dengan santainya menaiki tangga setapak demi setapak, dan dia sudah diatas, sementara saya masih di tengah, duduk sambil memijat kaki. Dia menertawai saya. Dengan susah payah saya akhirnya bisa mencapai puncak. Wow, ketiga danau bisa terlihat semua dari sini. Cakep! Setelah puas, kami kembali lagi ke Moni, bermalam di rumah saudara saya. Dinginnya udara di Moni, kami nikmati dengan membuat api unggun. 

DAY 3
Air di kamar mandi seperti es. Walaupun badan menggigil, kami tetap bersemangat melanjutkan perjalanan. Dari Moni, kami melewati Wolowaru, Ndori, Wonda, dan Maubasa. Pemandangan indah seakan menyelimuti dan melengkapi kegembiraan kami. Sangat hijau dan juga berwarna-warni oleh bunga dan pohon jeruk yang berbuah. Untung saja baterai kamera full sehingga saya dan sahabat bebas jeprat jepret. 

Tujuan kami adalah memgunjungi desa Serra Ndori. Dari tadi mata kami dimanjakan oleh pepohonan, dan semakin dekat dengan Serra Ndori, kami melihat pantai. Yeay! Warna birunya cantik, pasirnya putih sekali, dan bersih. Hhm, great. Berarti orang-orang disini menjaga lingkungan dengan baik. 

Karena kelaparan, begitu tiba, kami langsung berebut minum air kelapa. Ternyata sudah disiapkan oleh saudara-saudara saya. Daging kelapa yang empuk itu kami korek-korek dengan sendok. Semua tertawa melihat tingkah laku kami. Saya dan sahabat jadi ikut terkekeh karena para wanita terlihat oranye giginya. Iya, mereka mengunyah sirih. Lagi-lagi orang di sekeliling kami berambut keriting semua. 

Kami duduk di atas rumput, di bawah pohon kelapa yang tidak terlalu tinggi. Di dekat kami sudah disusun batu dan kayu yang akan dibakar. Wajan pun diletakkan, minyak kelapa dituang, dan pisang kepok lalu digoreng. Enaknya hidup di desa. Perut kami kenyang. 

Saya dan sahabat tidak ingin beristirahat, kami mengambil sandal, dan bergegas berjalan ke pantai Ipi sebelum hari gelap. Kami melewati hutan kecil, menyusuri kampung nelayan, dimana anak-anak mereka sedang asyik bermain kerang, dan orang tua mereka membuat jala ikan.
Wah, akhirnya saya bisa merasakan pasir pantai. Seperti gula halus di atas donat. Sahabat saya langsung berenang. Berhubung saya tidak bisa berenang, saya hanya berjalan di pinggir pantai saja. Astaga, banyak ikan hias berwarna-warni yang tampak jelas. Indah sekali! Saya ingin sekali mengambilnya. Saya duduk diatas pasir dan memotret ikan-ikan cantik itu. Terkadang saya sentuh mereka dengan tangan, lalu mereka mengecup-ngecupnya dengan mulut kecilnya. Geli dan so cute. Setelah puas berenang, sahabat saya bergabung untuk bermain ikan hias. 

Saudara saya berteriak memanggil kami untuk segera kembali ke rumah. Sepertinya dia lapar. Dalam hati saya berdoa, semoga pantai Ipi tetap terjaga keindahan dan kebersihannya. Saya ingin datang lagi kesini nanti. Menikmati alam, rumah keriting, dan sajian khasnya. 

Makan malam kami adalah ikan tongkol dibakar, nasi merah, sambal hijau, dan ikan pari di santan. Kali ini tanpa sayur, tapi nikmat sekali. Ikan pari itu dibakar terlebih dahulu, baru dimasak dengan santan, dan diberi kemangi yang banyak. Empuk dan aroma sangit itu membuat saya dan sahabat terus mengambil nasi merah. Tidak terasa sudah tambah yang ketiga kalinya. Demikian juga ikan tongkol, pada saat dibakar, sesekali disiram minyak kelapa. Gurih!

Kami memasang api unggun di depan rumah sambil mengobrol santai. Hari terakhir menikmati kebersamaan di rumah keriting. Besok pagi kami harus berangkat ke bandara lagi untuk pulang ke Surabaya. Sahabat saya berceloteh sebelum mata kami terpejam.
"Kapan kita kesini lagi yah, Win?"
"Lebih baik kita cari tempat wisata lain. Masih banyak tempat lain yang menakjubkan Indonesia."
"Oh, okay. Baiklah."

Pada saat berpamitan, kami rasanya enggan untuk pulang. Kehangatan di rumah keriting sungguh mendamaikan hati. Mereka memberi kami beras merah sebagai oleh-oleh. Kami memeluk mereka satu per satu. Selamat tinggal desa Serra Ndori. Kapan-kapan kami kesini lagi. 

                                                                            * * *

Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen "Awesome Journey" diselenggarakan oleh Yayasan Kehati dan nulisbuku.com 








Post a Comment

0 Comments