Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

#Batik ~ Tanda - Tanda Unik

            Aku mulai mengerutkan dahi. Bel belum juga berbunyi. Kenapa lama sekali? Biasanya jam satu siang sudah waktunya pulang. Ini sudah lewat setengah jam. Mana guru Kimia yang sok ganteng itu terus asyik bicara menjelaskan molekul atau senyawa – senyawa aneh lainnya yang membuatku semakin panik.


            Persiapanku untuk pelajaran membatik nanti sore belum lengkap. Masih banyak yang harus kubeli. Di tasku hanya ada kain katun warna putih polos dan canting. Sementara lilin klowong, parafin, dan pewarnanya tidak ada. Gawat pikirku. Toko bernuansa Jawa di pusat kota kelahiranku itu selalu tutup jam dua siang. Pemiliknya memberi kesempatan para pegawainya untuk istirahat dan akan buka lagi jam lima sore.

            Begitu bel di bunyikan jam setengah dua lebih sepuluh menit, aku langsung berlari ke halaman parkir. Teman – temanku yang lain juga melakukan hal yang sama. Berlima kami berangkat ke toko Lawang Sari bersamaan. Dengan sekuat tenaga mengayuh sepeda agar bisa sampai sebelum tutup.

            Ah, untunglah masih bisa terkejar. Kami segera membeli segala keperluan batik untuk extra kurikuler nanti sore. Puas…karena apa yang di inginkan semuanya tersedia. Hhm, istirahat sejenak di bawah pohon beringin tua sambil menikmati siomay dan teh dingin. Kami bercakap – cakap santai dan membahas apa saja nanti yang akan di kerjakan.

            “Kira – kira hari ini kita disuruh membuat apa ya?” Nina bertanya.
            “Aku dengar katanya kap pembungkus lampu tidur?” Ria menjawab.
            “Hah? Serius?” Wince berteriak kaget. “Itu kan susah?”
            “Sepertinya begitu.” Nunik menjawab.
            “Kita lihat dulu, kan belum di coba. Siapa tahu mudah.” Tyas berkata.

            Wince langsung menyeka keringatnya. Wajahnya langsung berubah serius. Sepiring penuh potongan – potongan siomay tidak juga membuatnya santai. Dia langsung membayangkan berbagai detail yang harus dikerjakan nanti. Termasuk tingkat kesulitannya.

            “Ada apa, Wince?” Nina bertanya. “Kamu terlihat gugup begitu.”
            “Aku takut tidak bisa mengerjakan, Nin.” Wince berkata lesu.
            “Sudahlah. Nanti kita bantu.” Ria menjawab sambil tersenyum.
            “Betul!” Nunik berteriak. “Ini kita masih ada waktu, bagaimana kalau kita ke toko buku, mencari motif – motif batik disana. Pasti ada.”
            “Ide bagus itu.” Tyas menjawab.
            “Mari….mari…” Wince berkata dengan berseri – seri.

           Toko buku yang lantainya beralas karpet itu, sangat nyaman dibuat duduk sambil membaca. Nina, Ria, Nunik, Wince, dan Tyas sudah asyik membuka halaman demi halaman buku yang berisi gambar batik beraneka ragam. Ada yang hanya menampilkan satu warna, dua warna, sampai banyak warna. Mereka akhirnya sepakat untuk memilih motif yang terdiri dari lima warna saja.

            Ketika mereka sampai di sekolah kembali, kelas batik yang letaknya terpisah jauh dari ruang kelas itu sudah dibuka. Tikar terbentang rapi dan beberapa anak sudah berada disitu. Pak Didik guru batik pun sudah asyik membakar lilin di atas kompor kecil. Aromanya mulai tersebar. Jam empat sore, pelajaran batik langsung dimulai.

            “Hari ini saya akan mencoba memberikan kalian tantangan, membuat kap lampu.” Pak Didik menjelaskan.
            Nina, Ria, Nunik, Wince, dan Tyas saling berpandang – pandangan. Ternyata memang benar.
            “Kain putih yang kalian bawa, coba di potong ke dalam ukuran 30 x 30 cm. Nanti setelah itu, saya berikan kertas yang berbentuk setengah lingkaran ini. Kalian gambar di kainnya. Ukuran inilah yang akan di masukkan ke dalam kap lampu tidur mini.” Pak Didik berkata. “Setelah itu, baru kalian gambar motifnya dan dilanjutkan dengan proses membatik seperti biasanya. Kalian mengerti?” Dia pun juga mulai mengerjakan kain miliknya, untuk memberi contoh kepada muridnya.

            Masing – masing langsung melakukan apa yang di perintahkan oleh guru batik yang katanya memang berasal dari Jogyakarta itu. Dia sangat mahir membatik karena neneknya mewariskan keterampilan itu kepadanya sejak dia kecil. Koleksi pribadinya sangat mengagumkan dan merupakan hasil karyanya sendiri selama bertahun – tahun.

            Pensil 2B sudah mulai terayun – ayun di atas kain putih. Suasananya tenang dan hanya terdengar suara pohon – pohon yang tertiup angin. Memang kelas batik itu di rancang sedemikian rupa agar terlihat tradisional seperti daerah – daerah di Jawa Tengah yang merupakan penghasil batik. Wince sudah tidak gugup lagi karena motif yang dia gambar di bilang bagus oleh teman – temannya.

Wajan kecil yang diisi lilin klowong itu ditaruh di atas kompor kecil. Setelah mencair, mereka langsung mencelupkan canting dengan hati – hati. Tak lupa kain bekas untuk menutupi kaki agar tidak terkena tetesan lilin yang sangat panas itu. Setelah cairan lilin berada di dalam canting, motif pun langsung dikerjakan. Bagian mana yang akan di beri lilin klowong atau lilin parafin. Lilin klowong yang berwarna coklat sifatnya pekat dan menutup sehingga ketika proses pewarnaan dikerjakan, bagian yang tertutup lilin klowong itu tetap berwarna putih. Sementara lilin parafin berwarna putih, biasanya digunakan untuk motif retak.

Jika beberapa bagian yang diinginkan sudah di beri lilin klowong atau lilin parafin, proses selanjutnya adalah pewarnaan. Nah ini dia yang seru. Keterampilan membatik ini sudah pasti akan memberikan tanda – tanda unik kepada setiap pembuatnya. Paha membekas akibat tetesan lilin atau tangan yang berwarna warni, ada biru, oranye, hijau, kuning, bahkan hitam. Lebih enak melakukan pewarnaan tanpa menggunakan kaos tangan plastik, jadi jangan heran apabila keesokan harinya ada pelangi di kelas.

Nah, terakhir adalah proses ngelorot. Artinya, jika menginginkan motif batik yang sudah di buat itu terdiri lebih dari satu warna, maka bagian – bagian yang tertutup lilin klowong itu harus dibersihkan. Inilah yang di maksud dengan ngelorot. Lilin beku itu akan di rontokkan dengan garam khusus batik. Setelah bersih, di bilas dengan air biasa, dijemur, dan apabila sudah kering, kita melakukan lagi proses pemberian lilin dan pewarnaan pada bagian lainnya sampai selesai. Harus jeli, mana yang ditutup, mana yang di buka, contohnya jika ada motif berwarna kuning agar tidak tercampur dengan bagian yang berwarna biru misalkan, daerah kuning itu harus di tutup dengan lilin klowong. Begitu seterusnya.

Susah kan? Tidak heran kalau harga batik itu mahal, karena memang proses pembuatannya sendiri memakan waktu, membutuhkan ketelitian, kesabaran, dan ketelatenan. Terkadang aku sedikit mengelus dada apabila ada orang yang menawar terlalu murah. Mereka tidak tahu betapa sulitnya dari mengubah kain polos menjadi sebuah kreasi tangan yang menakjubkan.

Aku sungguh bersyukur karena mendapat kesempatan mempelajari batik selama dua tahun di SMA. Pengalaman itu sangat berharga buatku. Sampai sekarang aku masih ingat bahan – bahan yang diperlukan sampai cara membuatnya. Coba bayangkan…ilmu ini aku dapatkan sekitar 18 tahun yang lalu. Makannya aku ingin menceritakan hal ini kepada banyak orang. Dulu aku sering mengeluh dan tidak menyukainya, tetapi sekarang aku tersenyum dan merasa beruntung.

Rasanya bangga bisa membuat batik walaupun mungkin tak sebagus yang di jual di toko. Tapi aku bisa bercerita kepada dunia melalui blogku (http://julianarome.blogspot.com/2011/06/pesona-batik.html) bahwa batik itu milik Indonesia sejak jaman dahulu dan ini terbukti dengan adanya pengakuan dari UNESCO. Aku jelaskan siapapun saat ini bisa memakai batik. Dan pasti terlihat keren jika memakai Batik Indonesia. Bahkan orang – orang di luar negeri antusias ingin belajar membuat batik, mereka ingin tahu prosesnya.

         Jadi extra kurikuler yang awalnya kuanggap sebagai pelajaran membosankan dan terlalu menyita waktu itu, ternyata memberikan manfaat yang luar biasa bagiku. Yaa…walaupun terbilang kecil peranku, tapi aku bisa ikut mempromosikan batik lewat blogku. Dan bagi teman – teman yang ingin belajar batik untuk sekedar tahu saja, bisa mengikuti langkah – langkah yang aku berikan tadi. Tidak perlu datang ke kota penghasil batiknya, karena itu pasti berat di ongkos. Coba saja cara mudah tadi. Awalnya mungkin susah, tapi lama kelamaan pasti bisa. Kalau tidak ada toko yang menjual perlengkapan batik di kota tempat kalian tinggal, jaman sekarang sudah maju, dan bahan – bahannya bisa dibeli dengan belanja online di internet. Mudah kan? Membatik yuk! ;-)

                  Disertakan pada lomba Blog Entry bertema Batik Indonesia, kerja sama Blogfam dan www.BatikIndonesia.com

Post a Comment

0 Comments